Tradisi syawalan dan merti desa di
Desa Boja berlangsung meriah. Warga menggelar kirab keliling kota
Boja dengan mengarak gunungan dan legenda
sejarah Boja, Ni Pandansari. Ni Pandansari diyakini sebagai adik kandung Ki Ageng Pandanaran, Adipati Semarang.
Dalam iring-iringan tersebut, di belakang Ni Pandansari atau Nyai Dhapu yang menunggang kuda, berbaris Ki Ageng
Boja, lalu dua abdi dalem Ni Pandansari, yaitu Ki Wonobodro dan Ki Wonosari. Sejumlah remaja Desa
Boja turut meramaikan kegiatan itu. Mereka mengenakan kostum batik yang telah didesain khusus dengan gambar naga, kupu-kupu, bunga, dan merak.
Kepala Desa Boja Nurhadi mengatakan, syawalan dan merti desa merupakan agenda tahunan
Desa Boja. Kegiatan itu digelar tujuh hari setelah Lebaran. Tujuannya adalah mempererat silaturahim masyarakat, mengucap syukur atas hasil bumi, serta melestarikan sejarah dan tradisi.
”Selain itu, kami menginginkan generasi muda
Desa Boja mengetahui sejarah desa yang terkait erat dengan Ni Pandansari yang hidup pada masa awal berdirinya Kerajaan Mataram Islam,” katanya.
Menurut Nurhadi, Ni Pandansari sangat memedulikan pertanian. Ketika cikal bakal warga
Desa Boja kekurangan air untuk menggarap lahan, Ni Pandansari membuat saluran air dari Sendang Sebrayut menuju tanah calon
Desa Boja dengan menyeret stagen (kain panjang selebar sekitar 15 sentimeter yang dibelitkan berulang di pinggang). Dari bekas guratan stagen itu, air mengalir sejauh lebih kurang 1 kilometer.
Saat ini, warga menyebut aliran irigasi itu sebagai saluran Sedapu. Sampai sekarang dan dengan berbagai pembenahan, saluran itu dimanfaatkan masyarakat
Desa Boja untuk keperluan sehari-hari dan pertanian.